
Hari Ini – Para generasi Z (Gen Z) asal Kota Bekasi di Jawa Barat, Yasmin (27) dan Siti (24), mengatakan bahwa burnout cukup berdampak pada kehidupan mereka.
Yasmin adalah seorang marketing di sebuah perusahaan developer perumahan, sedangkan Siti adalah wartawan media daring.
- Cerita Gen Z Alami Burnout di Dunia Kerja, Tekanan dari Kantor dan Konsumen
- Fenomena Manusia Tikus di Gen Z China, Berontak dari Burnout
Burnout bikin hilang semangat kerja
Yasmin menuturkan, burnout yang sempat dirasakan pernah membuat semangat bekerjanya hilang.
“Waktu itu burnout -nya pengaruh ke kehidupan pekerjaan. Bikin hilang semangat buat kerja, malas juga buat jualan,” ucap Yasmin kepada Hari Ini , Jumat (13/6/2025).
Yasmin merasa burnout awal tahun ini ketika banjir lima tahunan tiba. Properti yang dipasarkan kebanjiran sehingga membuat para konsumen menghujat, memaki, dan menyumpahinya.
Tidak hanya itu, kantornya menyuruh tim marketing untuk menalangi angsuran sekaligus menagih angsuran kepada konsumen. Padahal, ini di luar tugas profesi marketing.
“Kantor pun lingkungannya cukup toksik, ditambah atasan yang menurutku enggak punya value di bidangnya. Ada beberapa atasan yang enggak ada usaha untuk scale up supaya para karyawan jadi lebih baik,” ujar Yasmin.
Tekanan dari kantor dan konsumen membuat Yasmin burnout sampai kehilangan semangat bekerja. Memasarkan properti pun seadanya.
Sebelumnya, Yasmin termasuk salah satu marketing yang selalu melebihi target pemasaran dan penjualan.
“Waktu burnout , karena malas ngapa-ngapain , kalau sudah dapat target ya syukur. Kalau enggak ya sudah. Enggak sejor-joran sebelum burnout . Pokoknya jadi kurang optimal pas kerja. Untungnya burnout enggak ada pengaruh ke kehidupan pribadi,” jelasnya.
Tak bisa berhenti memikirkan pekerjaan
Untuk Siti, dampak burnout yang dirasakan malah membuatnya selalu memikirkan pekerjaan.
“Dampak burnout -ku malah selalu kepikiran soal kerjaan. Kayak, besok bakal nulis apa ya, besok bakal garap apa ya, atau kantor bakal minta isu apa ya besok untuk digarap,” terang dia, Jumat.
Siti ditempatkan di pos yang garapannya seputar isu perkotaan untuk menggantikan dua senior yang rekam jejaknya terkenal luar biasa.
Tekanan mental karena ditempatkan di pos yang terkenal sebagai “istana” para wartawan metropolitan, serta posisinya yang menggantikan dua senior mumpuni, membuat Siti mengalami burnout beberapa waktu lalu.
“Aku masih merasa insecure , kurang percaya diri, karena seorang fresh graduate . Ditambah vibe kerja di pos ini beda karena wartawan lainnya sudah pada senior, aku sendiri baru mulai banget. Dan permintaan dari kantor banyak,” ucap dia.
Meski lelah secara mental akibat pekerjaan, tetapi Siti terus memikirkan pekerjaan karena dirinya adalah seorang workaholic.
“Bahkan di rumah, di mana pun, di perjalanan pulang, pas naik kereta, atau naik ojol (ojek daring), selalu mikirin pekerjaan. Mau tidur pun mikirin pekerjaan, kira-kira besok pada garap isu apa dan lain-lain,” tutur Siti.
Menurut dia, burnout yang dirasakan dapat memantik api semangat di dalam dirinya untuk terus menekuni pekerjaannya.
Kendati demikian, burnout cukup menguras tenaga karena Siti menjadi sering panik karena memikirkan pekerjaan. Bahkan, ia jadi lebih sering mempertanyakan kualitas beritanya.
“Gampang panik, dan setiap ngirim berita selalu mikir kira-kira bagus enggak ya. Dan tekanan dari kantor yang bikin capek karena banyak permintaan. Pas hari libur juga jadi enggak tenang, kepikiran kantor bakal minta isu apa,” ungkap Siti.
Tetap berusaha bekerja meski burnout
Meski mengalami burnout , baik Yasmin maupun Siti tetap berusaha untuk menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan.
Pasalnya, keduanya memahami betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan saat ini. Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) pun kian meningkat.
“Aku sih banyakin me time saja, ngelakuin apa yang membuatku senang, yang sebelumnya enggak bisa dilakukan karena jadwal kerja yang padat. Maksa diri untuk lakuin kegiatan yang menyenangkan pas libur,” tutur Yasmin.
Sementara itu, cara Siti mengatasi burnout adalah lebih sering mengobrol dengan para senior di posnya.
“Aku banyak sharing dengan mereka soal burnout yang aku rasakan. Sejauh ini cara itu efektif karena aku sudah enggak merasakannya lagi. Kalau merasakannya lagi, aku tinggal sharing lagi,” ujar Siti.
0 komentar:
Posting Komentar