
Hari Ini , Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengingatkan, rencana pembentukan batalyon teritorial pembangunan berpotensi memicu pelanggaran hukum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI.
Perwakilan koalisi Al Araf mengatakan, Pasal 5 UU TNI secara eksplisit menyebutkan TNI sebagai alat negara yang mengurusi pertahanan, bukan terlibat dalam urusan ketahanan pangan.
"Di Pasal yang mengatur Operasi Militer Selain Perang (OMSP) juga tidak diatur prajurit mengurusi soal ketahanan pangan," kata Al Araf saat melalui pesan singkat, Senin, 16 Juni 2025.
Pada Pasal 7 ayat 2 butir b UU TNI, memang diatur mengenai OMSP. Di Pasal ini prajurit TNI dapat melakukan tugas pokok OMSP pada 16 bidang. Tetapi, tidak satu pun menyebutkan eksplisit TNI mesti terlibat dalam bidang ketahanan pangan.
Pun, Al Araf melanjutkan, OMSP adalah tugas pokok prajurit yang sifatnya ad hoc dan sementara. Sehingga, legitimasi OMSP sebagai tugas pokok yang permanen dengan cara membungkusnya ke dalam batalyon teritorial pembangunan adalah suatu kekeliruan.
"Ini sudah menyalahi prinsip dasar dan fungsi TNI sebagaimana diatur undang-undang," ujar dia.
Sebelumnya, rencana pembentukan batalyon teritorial pembangunan ini disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana pada Rabu, 4 Juni lalu.
Saat itu, Wahyu mengatakan TNI akan membuka rekrutmen kepada calon prajurit tantama dengan kuota sebanyak 24 ribu untuk ditugaskan pada batalion teritorial pembangunan.
Di batalion ini, para prajurit tidak akan mengurusi bidang pertempuran, melainkan mengurusi dalam kompi pertanian, peternakan, perikanan, pelayanan kesehatan, hingga urusan zeni.
Peneliti Hak Asasi Manusia dan Sektor Keamanan dari SETARA Institute Ikhsan Yosarie menilai, pembentukan batalyon teritorial pembangunan tak lebih dari sekadar upaya untuk kembali menghidupkan dwifungsi militer.
Ia mengatakan, ekspansi prajurit TNI ke ranah sipil secara lebih luas merupakan tindakan yang pernah dilakukan rezim otoriter Orde Baru dengan dalih pembangunan dan kesejahteraan.
Masalahnya, kata dia, pembentukan batalyon non-pertempuran ini memicu distorsi dan ketimpangan di tubuh TNI sendiri. Menurut dia, orientasi dengan perekrutan calon prajurit secara besar kian memperkuat prioritas TNI Angkatan Darat ketimbang matra lainnya.
"Dominasi matra darat akan semakin melampaui matra laut dan udara. Dan sebetulnya, ini tidak memiliki kepentingan untuk diwujudkan," ujar Ikhsan, Sabtu, 14 Juni 2025.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak dan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi belum menjawab pesan pertanyaan Tempo.
Sedangkan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana hanya membaca pesan pertanyaan yang dirimkan Tempo.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang mengatakan, rencana perekrutan 24 ribu calon prajurit untuk batalyon teritorial pembangunan telah diperhitungkan secara matang sesuai dengan kebutuhan.
"Secara umum, sebenarnya tidak ada yang berbenturan," kata Frega, Jumat lalu.
Frega mengklaim, penempatan prajurit pada batalyon non-pertempuran sesuai dengan visi pemerintah. Apalagi, selain berkomitmen mendukung program ketahanan pangan, kata dia, TNI juga telah memiliki kerjasama pada urusan bercocok tanam dengan Kementerian Pertanian untuk program swasembada pangan.
Sehingga, dia menyimpulkan tidak ada aturan yang dilanggar dalam pembentukan batalyon ini. "Latihan pertempuran tetap diberikan karena bagian dari tugas pokok pertahanan. Lalu apa yang menyalahi?" ujar mantan Komandan Distrik Militer 0502/Jakarta Utara itu.
Adapun, rencana pembentukan batalyon teritorial pembangunan ini mulanya disampaikan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat kerja bersama Komisi bidang Pertahanan DPR, 25 November 2024 lalu.
Dia mengatakan, ide pembentukkan Batalyon non-pertempuran ini merupakan gagasan dari Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan agar setiap Kabupaten dijaga oleh satu Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan.
Nantinya, Batalyon ini akan diperkuat oleh dua Batalyon dari unsur prajurit komponen Cadangan (Komcad).
Menurut Sjafrie, keinginan Prabowo yang menginginkan adanya Batalyon di setiap Kabupaten yang terhitung berjumlah 514 saat ini, bertujuan untuk menciptakan stabilitas keamanan sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan, hingga kesehatan.
"Ini menunjukkan peran TNI yang lebih holistik," kata mantan Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta itu.
Dian Rahma Fika Alnina berkontribusi dalam penulisan artikel ini
0 komentar:
Posting Komentar